Di tengah jam-jam kantuk melandaku sore tadi, kubuka laman WhatsApp berhenti sejenak hanya untuk melihat unggahan mentorku, "Selamat Hari Raya Galungan, Ms." ku-click send. Terlihat dua ceklis abu-abu tanda terkirim. Enam bulan sudah ku di rumah, kembali katanya.
Benar-benar tidak menyisakan rasa, maksudku waktu berjalan dengan cepat. Oh ya, Galungan biasanya jatuh tujuh bulan sekali yang mana terdapat dua kali perayaan dalam setahun.
Galungan ini mengingkatkanku akan perayaan Galungan Februari lalu, aku ingat hari itu pagi-pagi sekali dijemput teman di dekat kosan. Kita punya agenda. Ya, kita mau jalan-jalan di hari raya karena jatah libur dari kantor yang hanya ada di hari itu.
Kami berangkat dari kosanku di Sanur, melintasi kemacetan di sepanjang Jl. Ida Bagus Mantra. Bagaimana tidak macet, namanya hari raya. Semua umat Hindu pergi untuk sembahyang ke Pura atau sekadar bersilaturahmi mengunjungi sanak saudaranya. Belum lagi, kami para perantau yang ingin sekali berlibur sejenak menikmati pulau seribu pura itu. Betapa padatnya jalanan kala itu. Kami berniat mengunjungi Desa Adat Penglipuran hari itu, aplikasi navigasi menampilkan jarak sejauh 51 km yang harus kami tempuh. Temanku menyetir motor, aku ya bertugas menunjukkan arah saja.
Mendaki gunung lewati lembah.
Dimulai dari panasnya Sanur sampai di dinginnya Ubud lalu membeku di Bangli. Kami benar-benar menikmati kunjungan hari itu. Pemandangan sepanjang Ubud hingga Bangli benar-benar membuatku merindukan tempat itu. Bagaimana tidak, bayangkan betapa terlihatnya Bali sebagai tempat yang menurutku kental sekali akan budaya dan adat istiadatnya itu. Terpasang panjor di setiap pintu masuk atau gerbang rumah. Di sepanjang jalan, di seluruh provinsi. Betapa cantiknya jalanan hari itu.
Enam bulan di sana, baru hari itu aku benar-benar niat mengunjungi tempat wisata. Desa Penglipuran.
walking on the aisle there..Dikutip dari Wikipedia,
Penglipuran adalah salah satu desa adat dari Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, Indonesia. Desa ini terkenal sebagai salah satu destinasi wisata di Bali karena masyarakatnya yang masih menjalankan dan melestarikan budaya tradisional Bali di kehidupan mereka sehari-hari. Arsitektur bangunan dan pengolahan lahan masih mengikuti konsep Tri Hita Karana, filosofi masyarakat Bali mengenai keseimbangan hubungan antara Tuhan, manusia ,dan lingkungannya. Mereka berhasil membangun pariwisata yang menguntungkan seluruh masyarakatnya tanpa menghilangkan budaya dan tradisi mereka. Pada tahun 1995, Desa Penglipuran juga mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Pemerintah Indonesia atas usahanya melindungi Hutan Bambu di ekosistem lokal mereka.
Selengkapnya bisa dicek di sini.
Tempatnya luar biasa, cantik dan magis. Kunikmati sore itu sembari menunggu hujan reda dan mengisi daya ponsel usangku. Kita kembali ke Sanur setelah temanku selesai mempertanyakan kenapa ponsel besutan sillicon valey-nya mulai melamban dan memerlukan perbaikan segera.
Hari itu kita tutup dengan melihat matahari terbenam, yang malu-malu menampakkan dirinya karena terhalang mendung. Dan tentu saja, ditemani sepotong burger McDonald's haha. Selesai.
Tulisan ini tidak akan atau belum membahas tempat wisata. Kutulis dengan penuh rasa ingin kembali ke sana, ke tempat persembunyian yang terbuka itu. Galungan selanjutnya, semoga.
Bogor, 14 September 2020.
Comments
Post a Comment