Skip to main content

Ikut Kegiatan Pengembangan Anak Muda Eropa, Ngapain Aja?


Dokumentasi oleh Veronika W.

Diawali dari kekosongan karena dapat libur dari tempat kerja, akhirnya saya mendaftarkan diri di sebuah program bernama Erasmus+ Projects. Kata "Erasmus" mungkin sudah tidak asing lagi, Erasmus sendiri adalah program pertukaran pelajar yang digagas oleh Komisi Uni Eropa sejak tahun 1987 hingga akhirnya berkembang dan memunculkan program baru yang saya ikuti selama 10 hari di kota Ommen, Belanda pada tanggal 2 September hingga 11 September 2022.

Berkenalan dengan program

Dilansir dari situs resmi Erasmus+, Erasmus+ project adalah program Uni Eropa yang digagas untuk mendukung pendidikan, pelatihan, pemuda dan olahraga di Eropa pada tahun 2014. Terdapat periode baru pelaksanaan program dengan anggaran yang terbilang fantastis, yakni sebesar 26,2 miliar Euro atau sekitar 382 Triliun Rupiah. Periode baru tersebut berlangsung dari 2021-2027 yang berfokus pada inklusi sosial, transisi hijau dan digital, juga mempromosikan partisipasi kaum muda dalam kehidupan demokrasi.

Hal ini sesuai dan mendukung prioritas Uni Eropa pada area Pendidikan Eropa, Rencana Aksi Pendidikan Digital, dan Agenda Keterampilan Eropa. Program-program yang diinisiasi juga mendukung Pilar Hak Sosial Eropa (European Pillar of Social Rights) yang mengimplementasikan Strategi Pemuda Uni Eropa tahun 2019-2027 (EU Youth Strategy 2019-2027) dengan mengembangkan dimensi Eropa dalam peluang di bidang olahraga. Program baru ini juga menawarkan mobilitas dan peluang kerja sama di berbagai jenjang pendidikan. Terdapat banyak sekali organisasi-organisasi non pemerintah yang menjadi inisiator sebuah projek dengan tema-tema tertentu.

Bermula dari rasa penasaran dan keraguan

Sekilas terlihat luar biasa sekali ya, bagaimana tidak, saya datang dari negara ketiga yang mungkin apabila ada program serupa hanya sekian persen yang terlaksana. Keikutsertaan dimula dari rasa penasaran, sebenarnya program ini sudah saya ketahui sejak menjadi residen di negara yang berada di tengah-tengah benua Eropa - Asia, Turki. Selama di Turki, saya bertemu dan berdialog dengan banyak pemuda, dikatakan pemuda karena sebagian dari mereka merupakan mahasiswa perguruan tinggi. Saya ingat sekali, kali pertama berpartisipasi di acara kumpul-kumpul relawan sebuah organisasi non pemerintah di Istanbul.

Salah satu dari mereka dengan percaya diri mengatakan kalau ia mengikuti kegiatan kerelawanan di organisasi tersebut karena ingin mengikuti kegiatan yang sama tetapi di Eropa. Dari situ, muncullah rasa penasaran akan program apa yang ada di Eropa? saya sempat mendaftarkan diri di beberapa situs kerelawanan, ada beberapa program sejenis seperti Erasmus+ yakni European Solidarity Corps. Sempat mengikuti satu-dua kali sesi wawancara tetapi tak kunjung dihubungi kembali setelahnya.

Pupus harapan saya saat itu, hingga akhirnya setelah berpindah status residensi di Belanda, saya mulai mencari kegiatan-kegiatan apa yang dapat saya ikuti sebagai residen Belanda. Pencarian dimulai dari grup-grup di sosial media Facebook, cukup memasukkan "Erasmus+ Project" di laman pencarian, kita disajikan berbagai macam konten terkait program baru hingga belasan grup privat dan nonprivat. Saya mengajukan permintaan untuk bergabung di beberapa grup. Sejak saat itu, setiap harinya belasan program muncul di beranda grup, terdapat syarat-syarat tertentu yang terbilang cukup mudah. Dari sekian banyak program yang saya sempat kunjungi daftar persyaratannya, syarat utama hanyalah tinggal sebagai warga negara atau residen sementara di negara-negara partisipan program.


Dokumentasi oleh Veronika W.

 Progamnya bernama "Dance Your Color!" Ngapain? Nari-nari selama berhari-hari?

17 Agustus 2022, saya mendaftarkan diri di sebuah program bernama "Dance Your Color!". Tidak berlangsung lama, 2 hari setelah itu saya mendapatkan acceptance letter yang diterima melalui surel. Seperti yang saya sebutkan di awal, progam tersebut berlangsung selama 10 hari di sebuah yayasan pengembangan diri bernama Olde Vechte Foundation yang beralamatkan di kota Ommen, Belanda. Terdapat 54 orang partisipan perwakilan dari sembilan negara berbeda di bagian Uni Eropa, di antaranya Bulgaria, Estonia, Hungaria, Itali, Polandia, Spanyol, Portugal, Yunani dan Belanda.

Di dalam sebuah informasi, sebelum resmi diterima sebagai partisipan, terdapat paragraf- paragraf menarik yang saya temukan di dokumen berisi informasi mengenai program.

Seperti yang kita ketahui bahwa program ini dibiayai oleh Komisi Uni Eropa yang akan meng- cover biaya akomodasi, makanan, dan lain-lain. Mereka menawarkan reimbursement untuk pengeluaran biaya travel dari negara asal menuju Belanda dengan 2 pilihan, yakni travel umum (dengan pesawat) dan green travel atau travel rendah emisi karbon dengan bus, kereta, atau car-pooling. Reimbursement juga beragam, partisipan diberi anggaran lebih tinggi jika melakukan perjalanan rendah emisi.

Contohnya seperti ini:

Partisipan A dari 8 negara partisipan (terkecuali Belanda) diberi anggaran 275-euro untuk travel umum dan 320-euro untuk travel hijau atau rendah emisi. Enaknya tinggal di Eropa adalah kita dapat melakukan perjalanan terintegrasi dari satu negara ke negara lainnya, baik dengan bus, kereta, maupun sepeda.

Selain itu, ada cerita menarik lainnya, mungkin pembaca sudah tahu kalau saya memang berbekalkan iseng. Melihat dari nama programnya yakni "Dance Your Color!" saya kira awalnya projek ini isinya menari-nari tarian Eropa saja selama 10 hari. Ternyata mereka mempunyai maksud dan tujuan lain, berikut yang tertera pada laman informasi:

"This project is about YOU. We want to create a platform where all participants have space to contribute, create, and inspire each other.

We believe that everybody knows something that they can share with others. That is why any initiative, idea, or proposal from your side is very welcome"

Cukup menarik dan terdengar sangat terbuka, bukan? Ya, hal itu benar saya temukan. Selama 10 hari, program pertukaran pemuda ini menyediakan ruang dan tempat untuk berbagi dan belajar bersama. Para fasilitator memberikan kami hak untuk menyiapkan dan mengorganisir sebuah workshop atau aktivitas yang berhubungan dengan body awareness, body movement dan atau tarian yang nantinya kita sendiri yang menjadi fasilitator. Topiknya pun beragam dan bukan hanya tarian saja, ada yoga, meditasi, permainan, pengembangan diri dan lain-lain yang mereka tekankan bahwa semua itu dalam pelaksanaannya, yang terpenting adalah antusiasme dan kemauan para partisipan untuk membagikan apa yang mereka sukai. Kolaborasi antara fasilitator dan partisipan sangat berperan dalam projek tersebut.

Selama program berlangsung, banyak hal menarik lain yang saya temui. Saat itu saya merupakan satu-satunya partisipan yang berasal dari Asia (Indonesia). Beberapa dari teman- teman partisipan tak sungkan bertanya tentang budaya dan bahasa Indonesia. Begitu pula saya yang berkesempatan bertemu dengan wajah-wajah baru tak henti-hentinya bertanya saat ada kesempatan. Kami berusaha menciptakan atmosfer yang baik di tempat itu, hidup bersama 24 jam selama 12 hari tanpa henti menjadi tantangan baru. Hal tersebut juga tidak luput dari kreativitas yang dimiliki oleh para fasilitator dan partisipan yang saya ketahui mereka terdiri dari penari profesional, musisi, psikolog, hingga dokter tulang.

Selain belajar cara menari ballet, salsa, dan tarian sosial bachata dan bermeditasi dengan melakukan yoga. Ada juga partisipan yang berbagi mengenai body movement untuk mereka yang pernah terkena injury. Berkali-kali saya berkata ini projek paket lengkap, soul and body. Di sisi lain, ada satu hal yang paling menarik dari yang sudah disebutkan, saya ingat di hari ke-3 malam hari,di jadwal salah satu workshop tiba-tiba terjadi sebuah diskusi yang cukup seru dan menegangkan. Ya, salah satu peserta mengutarakan perasaan dan apa yang dia pikirkan setelah 3 hari berada di projek ini, ia mengatakan banyak hal di depan semua partisipan dan fasilitator. Dalam pidatonya, ia menyebutkan bahwa ia merasa terpenjara dengan semua workshop dan antuasiasme yang terasa seperti dipaksakan, ia juga menambahkan bahwa dirinya merasa terisolasi dari kehidupan nyatanya sebagai musisi, anak, dan mungkin pasangan seseorang. Sebagai tambahan, ia menginginkan adanya otonomi yang dilakukan sepenuhnya oleh partisipan.

Mendengar paparan tersebut, saya cukup kaget. Pernah beberapa kali berpartisipasi di acara anak muda, ya sebut saja kegiatan pramuka. Bila boleh membuat komparasi, terbayang sudah kegiatan padat dan kewajiban mengikuti susunan acara secara penuh, tidak boleh berkata lelah apalagi ingin pulang. Pagi hari setelah diskusi, fasilitator acara mengadakan diskusi kembali, semua peserta diberikan wewenang untuk mengatur jadwal, menyusun acaranya sendiri, dan mempunyai kesempatan untuk memilih mengikuti atau sebaliknya apabila ada workshop yang akan dilaksanakan. Selain itu, partisipan juga memiliki waktu lebih banyak untuk mengurusi urusan mereka di luar projek.

Sejak hari itu hari-hari betulan milik bersama, bukan mereka saja sebagai penyelenggara tetapi juga semua partisipan yang terlibat. Kebebasan untuk memilih hadir di sana - tidak hanya fisik saja yang terlibat tetapi jiwa pun secara penuh berpartisipasi, tanpa keterpaksaan tetapi keyakinan memilih.

Kewajiban Setelah Projek

Di hari ke-10 acara, setiap tim diminta untuk berdiskusi (tim negara masing-masing) mengenai after project. Saya akhirnya punya obrolan yang cukup panjang dengan tim Belanda, Stanley namanya, kami bercerita tentang banyak hal tentang negara masing-masing yang kemudian muncul pertanyaan yang sama. Setelah berdiskusi, ada banyak rencana-rencana setelah projek, tim-tim negara lain ingin mengadakan workshop, promosi program Erasmus+, membentuk komunitas, sementara kami memilih bercerita di depan teman-teman dan fasilitator bahwa kami punya harapan panjang, kalau semisal hanya anak-anak muda Eropa dan negara-negara di sekitarnya saja yang punya kesempatan seperti ini, bagaimana dengan anak muda Asia-Indonesia di sana? Akankah ada kesempatan bagi mereka untuk belajar bersama di sini atau sebaliknya anak-anak Eropa pun ingin tahu bagaimana Asia?

Dengan rasa percaya tinggi, kedepannya kami berharap akan ada acara serupa dengan pendekatan berbeda atau bentuk pengembangan diri lain antar negara maju dengan negara saya tercinta, Indonesia. Terdengar heroik, tetapi harapan itu benar adanya, bukan di pikiran saya saja. Langkah-langkah kecil perlahan ditapakki ‘tuk capai visi dengan misi-misi dari obrolan kami.


Ditulis November 2022.

Mem-posting ulang karena laman kampus sudah tidak aktif :)

 


Comments

Popular posts from this blog

Sudah jadi sarjana, lalu apa?

Ik krijg zo vaak de vraag "En? En? Wat wil je worden?" Dan krijg ik 't benauwd Is dat nu al aan de orde? Apa kabar?  Semoga selalu dalam keadaan baik, sentosa, dan bahagia.  Sebagai pembuka, saya ingin memindahkan apa-apa saja yang kerap menjadi pemantik pikiran berlebihan di pikiran ini pun ingin bertanya bahwa apakah teman-teman juga merasakan bulan suci Ramadan berlalu dengan amat cepat? Setiap hari berlalu bersama hembusan angin, tak terasa kini sudah memasuki malam kedua puluh. Saya doakan semoga saya dan semuanya dapat berjumpa dan menjalani Ramadan di tahun-tahun selanjutnya dan ketakwaan diri senantiasa melekat dan kian bertambah. Aamiin. Ada beberapa hal yang ingin saya tulis dan lepaskan di blog ini, melalui tulisan-tulisan yang kian hari saya lupa mau menulis apa di tengah ramainya hal-hal yang terjadi belakangan ini. Dari #KaburAjaDulu, demonstrasi, dan lain-lain yang tepat satu tahun sudah menjadi gelisah dan takut saya.  Sesuai judul yang saya tulis, di bula...